Minggu, 06 November 2022

ESAI GENBI Health (GENSCOEM)

        Kesehatan mental adalah situasi di mana seseorang mampu berpikir dengan logika, menyadari potensi yang terdapat dalam dirinya, produktif, berkemauan untuk berkontribusi di lingkungan masyarakat dan mampu menghadapi ujian hidup. Seseorang dengan kondisi mental stabil dapat mengerahkan segala kemampuannya dengan maksimal, terutama ketika menghadapi ujian hidup maupun menjalin kerja sama dengan masyarakat. Seseorang dapat dikatakan bermental sehat ketika ia merasa nyaman dengan lingkungannya, baik secara sosial, emosional, maupun psikologis. Menurut hasil riset kolaborasi antara University of Queenland Australia dengan Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health Amerika Serikat (AS) mengemukakan bahwa sekitar 5,5% setara dengan 15,5 dan 2,45 juta remaja didiagnosis mengalami gangguan mental (Gloria, 2022).
       Data tersebut diambil dari diseminasi hasil penelitian Manual Diagnostic and Statistical of Mental Disorders Edisi 5 (DSM-5). Sebanyak 44,5 juta jiwa dengan populasi usia 10-19 tahun tergolong dalam kelompok Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dan 2,45 juta yang masih tergolong gejala gangguan mental. Kemudian 3,7% remaja usia 10-19 tahun mengalami gangguan kecemasan (anxiety disorder) dan fobia sosial, depresi mayor (stress) sebanyak 1,0%, ADHD (Attention Deficit Hiperactivity Dissorder), dan PTSD (Post Traumatic Stress Dissorder) kurang lebih 0,5%. Seiring berkembangnya era digital, penanaman kesehatan mental dirasa perlu untuk ditingkatkan pada Generasi-Z atau Gen-Z terutama sejak dini. Gen-Z merupakan generasi muda yang muncul dari generasi sebelumnya yang telah akrab dengan teknologi sehingga tidak dapat dipisahkan dalam kehidupannya sehingga selalu mengandalkan kecanggihan teknologi masa kini.
        Menurut jurnal penelitian dari American Psychological Association (APA) 2019“Stresss in America: Generation-Z” mengemukakan bahwa Gen-Z menjadi sekelompok manusia dengan tingkat kesehatan mental paling rendah daripada generasi sebelumnya. Sekitar 91% Gen-Z memiliki gejala fisik ataupun emosional (psikis) seperti halnya depresi, stress, dan gangguan mental lain yang dapat memicu stigma negatif. Akhir-akhir ini banyak ditemukan kasus gangguan kesehatan mental yang dialami Gen-Z. Hal ini disebabkan oleh generasi muda masa kini cenderung tumbuh ke arah pantangan globalisasi negatif sehingga mereka lebih rentan terhadap perkembangan ICT (Information and Comunication Technology) dan IoT (Internet of Think). Namun, hal ini justru memengaruhi kondisi kesehatan mental mereka (Putri, 2021).
      Berdasarkan data dari survey World Health Organization (WHO) memaparkan bahwa 10-20% usia remaja dan anak pra remaja terdiagnosis gangguan mental secara psikis sebab seringkali mengalami stress dan kecemasan. Umumnya gangguan kesehatan mental semacam ini seringkali dijumpai pada remaja yang menginjak usia 14 tahun karena mengalami fase puber (labil). Stress menjadi penyebab utama rendahnya kondisi kesehatan mental Gen-Z yang dibuktikan oleh maraknya laporan pelecehan seksual, cyber-crime, meningkatnya kasus bunuh diri dan kasus narkoba yang seringkali pelakunya adalah generasi muda. Hal ini dapat terjadi karena tidak satu pun generasi muda yang menetap pada masa dimana mereka dapat dengan mudah bersentuhan akrab dengan tekonologi digital sejak kecil dan menjadikan era digital sebagai masa peradabannya.
     Untuk meluapkan segala emosi yang dirasakannya, Gen-Z cenderung memilih game online, narkoba, mabuk-mabukan hingga aksi bunuh diri yang mana hal ini menjadi kasus utama penyumbang problematika kesehatan mental. Pakar Psikolog Sandy Kartasasmita mengatakan bahwa gangguan kesehatan mental yang muncul dalam diri seseorang bermacam-macam, mulai dari stress, cemas, hingga depresi (Aziz, 2021). Hal ini memengaruhi kondisi psikis mereka yang menyebabkan perubahan sikap menjadi tempramental, kasar, bahkan bertindak brutal terhadap orang yang ada di sekitarnya. Mengingat problematika Gen-Z yang rentan terkena gangguan kesehatan mental membuat penulis ingin menyumbangkan gagasannya dan memberi solusi untuk menyikapi rendahnya kondisi mental masyarakat terutama Gen-Z (Aziz, 2021).
Oleh karena itu, gagasan tersebut diharapkan dapat bermanfaat bagi penderita gangguan mental yang biasanya meluapkan emosi dan amarahnya melalui permainan game online dapat ditransformasikan pada aplikasi MindseTheraphy Game 5TDT (Five Tiers Diagnostic Test) untuk memperbaiki kondisi kesehatan mental mereka. Seperti halnya fakta yang dikutip dari Channel Youtube milik presenter Najwa Shihab yang mengungkapkan bahwa banyak di luar sana generasi muda yang memiliki gangguan mental bahkan ada yang pernah dirawat di Rumah Sakit Jiwa. Mereka dapat dipulihkan kembali melalui perawatan secara intensif, edukasi positif, dukungan keluarga dan motivasi dari orang terdekat yang membuat mereka merasa berguna di masyarakat.


Full Paper




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contoh CV Biodata Pemateri

                      BIODATA PEMATERI Guna pengajuan Menjadi Pemateri Guepedia Nama. : Intan Nur Fauziah Saputri NIP. ...